TINGWE LEBIH MURAH (?)
Tingwe, merupakan singkatan dari kata Linting Dhewe yang dalam bahasa Indonesia diartikan Melinting Sendiri. Sebuah tradisi yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum rokok pabrikan merajalela di Indonesia.
Fenomena terbaru yang terjadi sekarang ini adalah kembali merebaknya para pelinting tembakau yang disebabkan oleh naiknya cukai dan berimbas pada naiknya harga rokok di pasaran.
Hal tersebut ternyata bukan menjadi masalah untuk para perokok di negeri dengan tanah kaya raya akan unsur hara nan subur sehingga bisa menghasilkan berbagai tembakau dengan kualitas rasa yang bisa diadu dengan rokom pabrikan.
Banyak alasan diutarakan para pelinting baru, mulai dari rasa yang jauh lebih nikmat, sensasi melinting yang ternyata mengasyikkan sampai dinilain jauh lebih murah, bahkan ada kalimat "semahal apapun tembakau, tetap mahal rokok!".
Apakah itu benar?
Mari kita buktikan.
1 ons = 100 gram
Patoklah harga tembakau linting termahal per 1 ons adalah 60.000 rupiah, lengkap dengan papir/garet dan cengkeh sekitar 70.000 rupiah.
1 ons = Rp. 70.000,-
1 linting tembakau rata-rata beratnya 1 gram, berarti:
1 ons = 100 linting
Rp. 70.000,- : 100 = Rp. 700,- / linting
Harga rokok patoklah 20.000 rupiah per bungkus isi 16 batang
Rp. 20.000,- : 16 = Rp. 1.250,- / batang
Selisih tiap batang:
1.250 - 700 = Rp. 550,- / batang
Sekarang kita bandingkan dengan jangka konsumsi yang mana rata-rata 1 ons tembakau biasanya habis dalam jangka waktu 1 minggu.
1 bulan = 4 minggu
Rp. 70.000,- X 4 minggu = Rp. 280.000,- / bulan
Rp. 280.000 X 12 bulan = Rp. 3.360.000,- / tahun
Rata-rata 1 bungkus rokok habis dalam jangka waktu 1 hari
Rp. 20.000,- X 30 = 600.000 / bulan
Rp. 600.000,- X 30 = 18.000.000 / tahun
Selisih:
600.000 - 280.000 = 320.000 / bulan
18.000.000 - 3.360.000 = 14.640.000 / tahun
Ternyata memang jauh selisihnya antara Tingwe dan rokok pabrikan dan itupun baru secara segi ekonomi, belum dari segi rasa, sensasi dan lainnya. Tingwe juga merupakan sebuah perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok di tahun 2020 ini.
Sudah banyak para perokok yang hijrah ke Tingwe, kamu kapan?
Fenomena terbaru yang terjadi sekarang ini adalah kembali merebaknya para pelinting tembakau yang disebabkan oleh naiknya cukai dan berimbas pada naiknya harga rokok di pasaran.
Hal tersebut ternyata bukan menjadi masalah untuk para perokok di negeri dengan tanah kaya raya akan unsur hara nan subur sehingga bisa menghasilkan berbagai tembakau dengan kualitas rasa yang bisa diadu dengan rokom pabrikan.
Banyak alasan diutarakan para pelinting baru, mulai dari rasa yang jauh lebih nikmat, sensasi melinting yang ternyata mengasyikkan sampai dinilain jauh lebih murah, bahkan ada kalimat "semahal apapun tembakau, tetap mahal rokok!".
Apakah itu benar?
Mari kita buktikan.
1 ons = 100 gram
Patoklah harga tembakau linting termahal per 1 ons adalah 60.000 rupiah, lengkap dengan papir/garet dan cengkeh sekitar 70.000 rupiah.
1 ons = Rp. 70.000,-
1 linting tembakau rata-rata beratnya 1 gram, berarti:
1 ons = 100 linting
Rp. 70.000,- : 100 = Rp. 700,- / linting
Harga rokok patoklah 20.000 rupiah per bungkus isi 16 batang
Rp. 20.000,- : 16 = Rp. 1.250,- / batang
Selisih tiap batang:
1.250 - 700 = Rp. 550,- / batang
Sekarang kita bandingkan dengan jangka konsumsi yang mana rata-rata 1 ons tembakau biasanya habis dalam jangka waktu 1 minggu.
1 bulan = 4 minggu
Rp. 70.000,- X 4 minggu = Rp. 280.000,- / bulan
Rp. 280.000 X 12 bulan = Rp. 3.360.000,- / tahun
Rata-rata 1 bungkus rokok habis dalam jangka waktu 1 hari
Rp. 20.000,- X 30 = 600.000 / bulan
Rp. 600.000,- X 30 = 18.000.000 / tahun
Selisih:
600.000 - 280.000 = 320.000 / bulan
18.000.000 - 3.360.000 = 14.640.000 / tahun
Ternyata memang jauh selisihnya antara Tingwe dan rokok pabrikan dan itupun baru secara segi ekonomi, belum dari segi rasa, sensasi dan lainnya. Tingwe juga merupakan sebuah perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok di tahun 2020 ini.
Sudah banyak para perokok yang hijrah ke Tingwe, kamu kapan?
Komentar
Posting Komentar