RETORIKA ANTI TEMBAKAU (Bag. 2)
Pada tulisan sebelumnya, telah diuraikan perjalanan sejarah retorika anti-tembakau sejak pertengahan abad XV hingga Nazi berkuasa di Jerman.
Pada masa keemasan Adolf Hittler tersebut tampak hubungan yang erat antara legitimasi ilmiah dan semangat anti-tembakau Nazi. Kendati, beberapa hasil riset ilmiah yang digunakan sebagai legitimasi kebijakan anti-tembakau Nazi tidak bebas kepentingan alias "pesanan". Begitu pula, kebijakan anti-tembakau Nazi terkesan mendua sebab di satu sisi industri tembakau memberikan sumbangsih besar terhadap perekonomian di Jerman. (Lihat di bagian pertama)
A. PERKEMBANGAN INDUSTRI TEMBAKAU
Sementara itu, di tengah perdebatan pro-kontra tembakau di Jerman, perusahaan-perusahaan pecahan American Tobacco mulai berkembang menjadi perusahaan trans-nasional. Produk tembakau dari perusahaan Amerika dan Inggris ini yang meliputi British American Tobacco dan Imperial Tobacco mulai disebarkan di berbagai negara. Anehnya, perkembangan perdagangan tembakau dari perusahaan tersebut terjadi setelah diberlakukannya Sherman Anti-Trust Act (undang-undang anti-monopoli Amerika Serikat yang mengatur persaingan antar perusahaan, yang disahkan oleh Kongres di bawah kepresidenan Benjamin Harrison) di Amerika.
Parahnya lagi, tercipta kondisi paradoks: industri tembakau menjadi sahabat dekat industri farmasi. Perusahaan rokok mulai memberikan dukungan dana untuk penelitian kesehatan. Juga, iklan-iklan rokok mulai ditampilkan di dalam jurnal-jurnal medis. Camels salah satunya. Bahkan dalam salah satu reklamenya, rokok produksi RJ Reynold ini menyebutkan, “Doctors Smoke Camels Than Any Other Cigarette!”.
B. ERA BARU PERDEBATAN PRO-KONTRA TEMBAKAU
Di waktu yang hampir bersamaan, di Hindia Belanda, industri tembakau khususnya kretek menjadi primadona pemerintahan kolonial. Itulah sebabnya, retorika anti-tembakau tidak turut mewarnai perjalanan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di Indonesia waktu itu.
Kondisi industri kretek di Indonesia mengalami pasang surut pada periode perang dunia II atau dalam dua kali penjajahan, Belanda dan Jepang. Kemudian, pada 1950-an bisa dikatakan sebagai era baru perdebatan pro-kontra tembakau.
Hal tersebut ditunjukkan antara lain dengan dipublikasikannya hasil penelitian epidemiologi yang menghubungkan tembakau dengan kanker dan penyakit lain yang berhubungan dengan kesehatan paru-paru oleh Journal of America Medical Association (JAMA) dan British Medical Journal (BJA).
Publikasi ilmiah kedua jurnal tersebut menjadi acuan utama gerakan anti-tembakau hingga saat ini. Isu-isu yang diangkat pun tidak jauh berbeda dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya:
- Etika sosial
- Kepentingan ekonomi
- Kesehatan (iptek) yang sifatnya menyasar kesehatan individu.
C. PERKEMBANGAN GERAKAN ANTI-TEMBAKAU
Pada periode 90-an, gerakan anti-tembakau semakin menguat. Hal itu ditandai dengan pemboikotan produk-produk tembakau yang dipelopori kalangan intelektual dan akademisi. Kondisi tersebut memicu penjualan saham besar-besaran perusahaan tembakau di lantai bursa. Kebijakan anti-tembakau semakin menguat ketika Mei 1995 mucul wacana untuk membentuk hukum internasional pengendalian tembakau.
Dorongan tersebut kemudian menghasilkan resolusi World Health Assembly (WHA 48.11) yang menghasilkan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) atau Kerangka Konvensi tentang Pengendalian Tembakau.
Tiga tahun berselang, ketua WHO, dokter Gro Harlem Burtlad mulai memfokuskan pengendalian tembakau mejadi isu internasional melalui program "Tobacco Free Initiative". Program inilah yang menghasilkan kesepakatan internasional yang saat ini lebih dikenal dengan nama FCTC.
Nampak bahwa retorika anti-tembakau yang dibangun sejak zaman Nazi hingga saat ini masih sama. Bedanya, kalau dulu tembakau berpengaruh terhadap kesehatan, sekarang tembakau dituduh menyebabkan kematian. Dan, salah satu tokoh yang paling mencolok peranannya dalam gerakan anti-tembakau ialah Michael Boomberg. Dia dikenal sebagai pengusaha sekaligus walikota New York yang memberlakukan kebijakan anti-tembakau paling ketat. Dengan dana jutaan dolar, ia aktif mendanai gerakan anti-tembakau di seluruh dunia untuk mengimplementasikan ketentuan FCTC.
Sumber: Okta Pinanjaya dan Waskito Giri. 2012. Muslihat Kapitalis Global : Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS. Jakarta: Indonesia Berdikari
Disunting dari:
https://www.kompasiana.com/amp/komunitaskretek/retorika-anti-tembakau-bag2selesai_54f691cda33311f3158b4f1c
Komentar
Posting Komentar