DARI BIBIT SAMPAI BIBIR


Frekuensi hujan sudah mulai mengecil dan tidak sesering minggu lalu, pertanda benih-benih "daun mas" yang sudah disemai di bawah naungan sudah bisa diperkenalkan dengan tanah berkadar nutrisi tinggi untuk kemudian tumbuh menjadi pohon tembakau. Kuat, berdaun tebal dan banyak menjadi harapan para petani di Indonesia. Semakin banyak daun sehat yang dihasilkan, semakin banyak yang mampur terjual, semakin sehat dan tebal daunnya, semakin tinggi pula harganya di pasaran. Tembakau dengan kualitas super menjadi dambaan para petani sekaligus idaman para penikmatnya, baik di skala rokok pabrikan sampai para lintingers yang kini selalu setia menikmatinya.

Musim kemarau biasanya menghasilkan tembakau dengan kualitas super yang cocok untuk dijadikan bahan rokok sekaligus diproses menjadi tembakau linting. Tentu tiap-tiap daerah menghasilkan tembakau dengan karakter rasa, tekstur rajangan sampai kadar nikotin yang berbeda, mulai dari tembakau berkadar nikotin tinggi dari Temanggung, sampai dengan tembakau Paiton dengan kadar nikotin yang rendah.

Kualitas tembakau tak melulu ditentukan dengan hasil akhirnya, baik dalam bentuk rajangan maupun krosok/daun utuh. Semua berawal dari proses penggemburan tanah sekaligus pembersihan dari rerumputan dan tanamaain yang nantinya bisa menghambat pertumbuhan tembakau. Selama tanah diolah, terdapat proses yang telah berjalan sebelumnya, yaitu penyemaian bibit di bawah naungan atap semi transparan agar tak terkena sinar matahari langsung. Saat proses penyemaian berlangsung, tak jarang tunas-tunas muda sudah berguguran diterjang hama, namun tak sedikit pula yang mampu bertahan untuk kemudian diangkut menuju lahan-lahan tempat penanaman tembakau, baik di lereng-lereng gunung maupun di area persawahan hingga dataran rendah untuk segera ditanam di dalam lubang sedalam 10-30 centimeter yang berisikan pupuk.

Pertumbuhan tembakau dikontrol dan tanah pun harus rajin dibersihkan dari tanaman-tanaman pengganggu serta hama yang bisa menghambat bahkan merusak pertumbuhan tembakau. Sering kali, saat kemarau panjang melanda, para petani menggunakan pompa air untuk mengairi ladang agar kadar air di dalam tanah tetap terjaga sehingga tanaman tidak kekurangan air yang bisa menyebabkan pertumbuhan tembakau tidak maksimal. Daun-daun yang menempel di tanah pun dipetik agar tidak mempengaruhi pertumbuhan daun lainnya, pemetikan daun terbawah yang menempel ke tanah bisa membuat tanaman memfokuskan pertumbuhan pada daun yang berada di atasnya. Terkadang pemupukan dilakukan kembali untuk menunjang proses pertumbuhan tanaman agar dapat menghasilkan daun dengan jumlah banyak dan tentunya sehat.

Saat penghujung musim kemarau telah tiba, saatnya untuk memanen daun-daun benih emas tersebut. Proses ini terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. DAUN BAWAH

Pemanenan dilakukan dari bawah, daun akan dipetik untuk kemudian diproses lebih lanjut di tangan petani/pengrajang. Kurangnya sinar matahari karena terhalang oleh daun-daun di atasnya menyebabkan daun bawah berkualitas kurang baik. Umumnya daun bawah diproses untuk menghasilkan tembakau krosok yang bisa digunakan dalam pembuatan cerutu murah dan tembakau linting, karena harganya yang rendah, tembakau linting yang dihasilkan pun sesuai dengan kualitasnya.

2. DAUN TENGAH

Setelah proses panen pemanenan daun bawah selesai, terdapat jeda beberapa hari untuk memasuki tahap berikutnya, pada umumnya penjedaan dilakukan selama 1-7 hari untuk memberikan waktu pada daun yang ada di atasnya untuk tumbuh lebih baik karena tanaman akan kembali memfokuskan aliran nutrisi pada daun yang masih menyatu dengan pohonnya. Pada proses ini, tembakau menghasilkan kualitas yang baik karena mendapatkan sinar matahari dan nutrisi yang cukup untuk bisa tumbuh sehingga nilai rupiahnya pun lebih tinggi daripada daun bawah.

3. DAUN ATAS

Prosesnya hampir sama dengan daun tengah yang mana diberlakukannya tahap penjedaan terlebih dahulu baru kemudian dipanen oleh petani. Pada proses ini biasanya tanaman disisakan/tidak dipetik beberapa helai daun untuk menunjang pertumbuhan bibit yang terkandung di dalam bunga tembakau. Daun atas rata-rata mendapatkan sinar matahari yang cukup karena letaknya berada di paling atas sehingga menghasilkan daun berkualitas tinggi dan menjadi incaran berbagai kalangan, mulai dari pelaku industri rokok sampai tembakau linting.

Setelah proses panen selesai, daun disimpan dan diproses sesuai dengan peruntukkannya yang pada umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. KROSOK

Beberapa helai daun diikat menjadi satu pada bagian batang yang tersisa agar lebih mudah digantung selama proses pemeraman berlangsung. Metode pemeraman pun bermacam-macam, mulai dari sun-curing, air-curing, flue-curing, dan lainnya. Mayoritas tembakau krosok diperuntukkan bagi industri pembuatan cerutu, tembakau pipa cangklong, chewing tobacco/tembakau kunyah dan snuff/tembakau hirup.

2. PABRIK ROKOK

Daun tembakau dirajangan dengan diameter 2 millimeter yang biasa disebut dengan dowal, setelah dirajang, tembakau diberi gula khusus tembakau untuk menaikkan bobot timbangan. Masing-masing pabrik memiliki kriteria yang berbeda, namun pada umumnya terdapat empat grade untuk tembakau biasa, yaitu A, B, C, D dan untuk Srintil dari grade terendah hingga tertinggi adalah E, F, G, H, I dan J. Tidak sembarangan, terdapat kriteria-kriteria pendukung khusus yang bisa berbeda tergantung dari pabrik dan grader. Pada tembakau Temanggung terdapat penggolongan yang dibagi berdasarkan:

A. AREA TANAM
Pada golongan ini, diberikan kode sesuai dengan area tanam tempat tembakau berasal, berikut ini contohnya

- LM: Lamuk, berasal dari gunung sumbing, lebih tepatnya dusun lamuk dan sekitarnya seperti Tlilir, Dampit, Logede dan lainnya.

- LS: Lamsi, berasal dari lereng gunung Sumbing bagian timur dan utara yang mana batas terakhirnya terletak di desa Kruwisan.

- LD: Lamsi Kidul, berasal dari lereng gunung Sumbing bagian selatan seperti Banaran, Kemloko dan lainnya

- PKS: Paksi, berasal dari lereng gunung Sindoro bagian timur dan utara seperti Ganen, Jumprit, Liyangan, Katekan, Canggal, Gembyang dan lainnya.

- TG: Tionggang, berasal dari lereng gunung Sindoro bagian selatan dan tenggara seperti Banaran, Malatan, Bansari, dan lainnya.

- SWB: Swambin, berasal dari gunung Prau seperti Plalar, Tieng, dan lainnya.

- TW: Twalo, berasal dari daerah perbatasan antara gunung Sumbing dan Sindoro yang dibelah oleh jalan lintas Temanggung-Wonosobo seperti Kledung, Tretep, dan lainnya.

- SW: Sawah, berasal dari area persawahan, baik yang berada di kaki gunung sumbing maupun di luar wilayah pegunungan.

B. LADANG/LAHAN
Pada golongan ini, umumnya menggunakan simbol yang merujuk pada jenis lahan tembakau tersebut berasal, antara lain:

- Segitiga: Gunung/Tegal Kering
Mencakup semua area tanam yang masih masuk ke dalam wilayah pegunungan di bagian atas dan keadaan tanahnya kering

- Lingkaran/Bulat: Klowong/Tegal Berair
Mencakup semua area tanam di lereng gunung dengan keadaan lahan yang diberi air, dalam bahasa setempat disebut "tegal banyon".

- Kotak: Sawah
Mancakup semua area persawahan tempat tembakau tersebut berasal

3. TEMBAKAU LINTING

Kategori ini merupakan yang terbilang sulit bagi para petani maupun pengolah, karena kualitas daun haruslah yang bagus agar menghasilkan harga rasa, tampilan dan aroma nyaman untuk dinikmati oleh para lintingers. Pada prosesnya pun tidak ada penambahan gula karena tembakau akan kaku dan susah untuk dilinting. Kategori tembakau linting terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Murni
Kategori ini menjadi yang tersulit, karena petani harus selektif dalam menentukan waktu pemetikan, memilih daun dan asal ladang yang baik agar menghasilkan kualitas yang baik pula. Tak jarang para petani yang biasa mengolah tembakau untuk pabrikan mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam mengolah tembakau linting murni ini, sehingga rasa yang dihasilkan tidak memenuhi kriteria sebagai tembakau linting berkualitas yang mana pada umumnya haruslah nyaman dihisap, tidak pahit, gatal dan panas. Khusus tembakau Temanggung, area tanam asal tembakaunya pun tertera di setiap plastik besar tempat penyimpanan tembakau tersebut.

2. Aromatik
Kategori ini sangat mudah dikenali karena umumnya terdapat pita cukai dan memiliki merk dagang. Tembakau yang digunakan pun tak harus satu jenis, bisa dari berbagai jenis yang dicampur dan diberi saus perasa/flavor untuk meningkatkan aroma dan rasanya. Jenis ini banyak diminati oleh para pelinting pemula karena karakter hisapan yang rata-rata ringan dengan aroma asap khas dari saus yang digunakan serta tak perlu repot menambahkan cengkeh agar lebih ringan.

Semua golongan, kategori dan peruntukkan di atas sangatlah mengacu pada kualitas tembakau yang ditawarkan oleh petani, semakin tinggi kualitasnya, tentu semakin mahal harganya. Tapi, di balik itu semua terdapat satu hal krusial yang bisa mengabaikan faktor cuaca, iklim, bibit, kandungan tanah, jenis tanah, dan lainnya. Hal tersebut adalah penggarapan/pengolahan.

Ketika tembakau bibit unggul ditanam di daerah dengan faktor-faktor pendukung yang sudah mencukupi, bahkan lebih dari cukup untuk tembakau bisa tumbuh dengan baik akan tetapi ketika pada proses pengolahan terburu-buru, tidak mengindahkan kesehatan, usia tembakau dan faktor lainnya, maka bukan tidak mungkin tembakau akan berkualitas rendah dan hanya bisa laku dengan harga yang murah, otomatis petani merugi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH TEMBAKAU RAKYAT YANG BERJASA MEMBUAT PETANI BISA BERHAJI

CARA MEMBUAT BLEND / CAMPURAN TEMBAKAU

TEMBAKAU SRINTHIL