SEJARAH DAN PERANAN TEMBAKAU MADURA
SEJARAH DAN PERANAN TEMBAKAU MADURA
Mukani dan Sri Hartiniadi Isdijoso*)
PENDAHULUAN
Tembakau madura merupakan komoditas yang mempunyai nilai sangat penting, ditinjau dari peranannya pada racikan rokok keretek dan sumber pendapatan petani. Perkembangan areal yang cepat disertai kenaikan harga yang cukup tinggi memberi indikasi makin kuatnya tembakau madura terhadap kedua peranan tersebut. Di dalam tulisan ini dibahas sejarah dan peranan tembakau madura.
SEJARAH PENGEMBANGAN TENIBAKAU MADURA
Menurut Jonge (1989) sejarah pengembangan tembakau madura sangat ditentukan oleh pengembangan tembakau di pulau Jawa yang dimulai sejak abad 17 oleh orang Portugis. Di antara tanaman pendagangan yang diperkenalkan oleh orang-orang Eropa, tembakau paling disukai oleh petani. Hal ini dicerminkan oleh perilaku petani yang dengan rajin dan tekun dalam melakukan budidaya tembakau. Mutu tembakau yang dihasilkan ternyata sesuai dengan selera konsumen sehingga pada abad 18 tembakau merupakan bahan perdagangan terpenting sesudah beras di pasar Asia. Pada saat itu pulau Madura merupakan pasar tembakau, hampir setiap kapal yang berlabuh di Pelabuhan Kalianget memuat tembakau dari pulau Jawa bahkan dari negara Chna. Perdagangan antar pulau dikuasai oleh orang Jawa dan China dengan menggunakan perahu-perahu lokal, dalam hal ini pelau-pelaut Madura mempunyal peraran yang penting.
Permintaan tembakau di pasar Asia dan Eropa meningkat namun VOC tidak tertarik mencampuri urusan tembakau madura. Kebijakan tanam paksa, seperti pada tanaman kopi dan lada tidak dilakukan pada komoditas tembakau. Komoditas ini juga tidak dibebani sokongan wajib, dan pasarnya tidak dimonopoli oleh VOC.
Faktor utama yang menyebabkan VOC tidak ikut campur dalam agribisnis tembakau adalah pendapat penduduk (petani) yang menyatakan bahwa tembakau lokal tidak cocok untuk komoditas ekspor. Ditinjau dari politik pertanian, pendapat petani tersebut sangat strategis, dengan demikian petani dapat menikmati hasil jerih payahnya tanpa menimbulkan kecurigaan kepada VOC (kompeni).
Tanpa campur tangan kompeni, penanaman tembakau di pulau Jawa oleh penduduk asli terus berkembang sesuai dengan permintaan pasar. Pada awal abad 19, berbagai jenis tembakau lokal ditanam untuk memenuhi kebutuhan rokok lintingan dan susur.
Pada tahun 1830 di pulau Madura dilakukan percobaan penanaman tembakau, namun siapa yang melakukannya tidak dijelaskan. Pada saat itu pulau Madura termasuk ke dalam wilayah Karesidenan Surabaya. Residen Surabaya tidak setuju dengan penanaman tembakau di pulau Madura dengan alasan bahwa di sana sama sekali tidak cocok untuk penanaman tembakau. Di dataran rendah lahannya penuh dengan batu-batu, sedang lahan di dataran tinggi (gunung) kandungan kapurnya terlalu tinggt dan kekurangan air. pengalaman percobaan penanaman komoditas lain juga tidak berhasil, sehingga tanam paksa tidak diberlakukan di pulau Madura.
Penduduk pulau Madura belajar menanan tembakau di pulau Jawa dengan bekerja sebagai ahli di gudang-gudang tembakau. Penanaman tembakau di Jawa Timur hampir seluruhnya menggunakan tenaga kerja orang Madura dengan sistem kontrak kerja.
Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, pada pertengahan abad 19, sebagian dari tenaga kerja tersebut mencoba menanan tembakau di pulau Madura dengan sasaran untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Kegiatan ini mendapat tanggapan positif dari Sultan Sumenep, selanjutnya dilakukan penanaman di kebun-kebun percobaan. Penanaman secara komersial pada paruh kedua abad 19, menunjukkan bahwa mutu tembakau makin baik, pasar makin luas serta penanaman tembakau sangat cocok dalam kalender agraria. Tembakau ditanam setelah tanaman ekonomi, pada lahan yang biasanya tidak digarap (diberokan). Dengan kata lain pengembangan tembakau madura mempunyai keunggulan kompetitif. Perkembangan areal cukup pesat, jika pada tahun 1884 areal tembakau madura seluas 1.448 ha pada tahun 1905 meningkat menjadi 6.294ha.
Pada awal pengembangan mutu tembakau madura lebih rerdah dibandingkan dengan tembakau jawa. Namun dari segi warna, tembakau madura lebih baik. Oleh karena itu tembakau madura berperan untuk memperbaiki warna dalam mencampur berbagai jenis tembakau lokal. Baru pada awal tahun 50-an permintaan tembakau madura terus meningkat karena menurunnya areal tembakau jawa akibat ketegangan politik yang berkepanjangan (Jonge, 1989).
Selama penjajahan Jepang, penanaman tembakau madura mengalami kemunduran karena pemerintah Jepang hanya memperbolehkan penduduk menanam komoditas pangan, namun secara ilegal penanaman tembakau masih dilakukan, hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, karena pengiriman ke pulau Jawa sama sekali berhenti. Baru pada awal tahun lima puluhan penanaman tembakau madura pulih kembali dan terus meluas, pada tahun 1976 arealnya seluas 26.030 ha.
Pada periode tersebut meluasnya areal tidak diikuti oleh kenaikan produktivitas dan mutu, bahkan terjadi sebaliknya. Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu tembakau madura, maka sejak tahun 1980 pemerintah melaksanakan program Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR). Dalam program ITR, petani peserta mendapat fasilitas Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dalam bentuk uang dan sarana produksi, tanpa disertai jaminan pasar. Pembina program ITR adalah cabang dinas perkebunan, dan sebagai pelaksana adalah Unit Pelaksana Proyek (UPP) ITR. Pola tersebut tidak dapat memberi jaminan pasar bagi tembakau yang dihasilkan oleh petani peserta ITR. Akibatnya program ITR tidak mampu meningkatkan produktivitas dan mutu tembakau madura (Mukani et al, 199O).
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan mutu adalah penggunaan kultivar lokal yang heterogen karena benih/bibit berasal dari pertanaman produksi dibeli dari pedagang bibit. Dengan melakukan seleksi terhadap beberapa varietas lokal dari Desa Prancak Kab. Sumenep diperoleh galur yang terbaik, Prancak 95. Varietas Prancak-95 telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 1997.
PERANAN TEMBAKAU MADURA
Tembakau madura mempunyai dua peran yang menonjol yaitu peranannya dalam racikan sigaret keretek dan peranannya terhadap perekonomian baik mikro (rumah tangga) maupun makro (wilayah).
Tembakau madura bermutu spesifik yang sangat dibutuhkan oleh industri sigaret keretek sebagai bahan baku utama sehubungan dengan peranannya sebagai pembentuk dan penentu aroma rokok keretek, semua pabrik rokok keretek dalam racikannya membutuhkan tembakau madura. Komposisi penggunaan tembakau madura pada tiap batang rokok keretek berkisar antara 14-22% (Gappri, 1994). Lebarnya selang komposisi tembakau madura pada racikan sigaret keretek diduga disebabkan dari masing-masing jenis sigaret keretek tersebut komposisi tembakau maduranya berbeda.
Produk industri sigaret keretek ada tiga jenis yaitu sigaret keretek tangan (SKT), sigaret keretek mesin (SKM), dan sigaret keretek kelobot (KLB). Di antara tiga jenis sigaret keretek tersebut yang masanya lebih ringan dan aromanya lebih segar adalah SKM, produksi tahun 1972 sebanyak 46 juta batang (Tarmidi, 1996). Untuk memproduksi SKM yang mempunyai rasa ringan dan aroma segar dibutuhkan komposisi tembakau madura yang lebih banyak. Sasaran industri sigaret keretek memproduksi SKM adalah merebut pangsa pasar sigaret putih mesin (SPM). Kenyataannya tidak hanya pangsa pasar SPM yang direbut tetapi juga pangsa pasar SKT dan KLB. Permintaan SKM meningkat pesat, jika tahun 1993 sebanyak 97,3 milyar, pada tahun 1997 meningkat menjadi 127,5 milyar. Dengan kata lain selama periode tersebut permintaan SKM meningkat sebesar 30% (tabel l). Kondisi demikian menyebabkan permintaan tembakau madura meningkat sangat cepat. Sebagai indikator, pada tahun 1991 areal tembakau madura seluas 35.236 ha, pada tahun 1995 meningkat menjadi 64.500 ha, yang diikuti kenaikan harga dari Rp3.800,00 menjadi Rp7.500,00 per kg rajangan kering. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa meningkatnya permintaan SKM berarti peranan tembakau madura terhadap industri sigaret keretek makin bertambah penting. Jika kebutuhan tidak terpenuhi karena tingginya harga tembakau madura, maka akan menyebabkan masuknya tembakau yang mutunya mendekati tembakau madura seperti tembakau Weleri, Paiton dan Mranggen.
Meningkatnya areal tembakau madura yang diikuti oleh meningkatnya harga memberi petunjuk semakin kuatnya keunggulan kompetitif. Pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan rumah i-tangga dan perkembangab ekonomi wilayah Peranan usaha tani tembakau berkisar antara 60-80% tertadap total pendapatan petani. Penggunaan pendapatan dari usaha tani tembakau dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan di luar pangan yang mempunyai dampak berganda yang cukup tinggi. Kondisi demikian menyebabkan pengembangan komoditas tembakau sangat berperan sebagai sumber pertumbuhan wilayah di samping itu keberhasilan usaha tani tembakau memperlarcar pemasukan PBB dan retribusi sebagai sumber pendapatan asli daerah.
Seperti telah disebutkan bahwa semua pabrik rokok keretek dalam racikarmya menggunakan tembakau madura, sedangkan lokasi pabrik di luar pulau Madura. Dengan demikian peda musim panen tembakau banyak utusan pabrik rokok keretek berdatangan ke pulau Madura sehingga tingkat hunian hotel di atas 80%.
Perdagangan tembakau meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan likuiditas yang tinggi, keduanya menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Sebagai ilustrasi pada tahun 1997, produksi tembakau madura sebesar 33.279 ton harganya antara Rp5.100,00-Rp9.100,00 per kg rajangan (Disbun Jatim, 1998). Jika harga rata-rata tembakau madura Rp7.000,00 per kg, uang yang beredar dari perdagangan tembakau sebesar 232 milyar rupiah. Dampak ikutannya adalah menimbulkan inflasi di tingkat wilayah pengembangan Kenaikan harga tidak hanya pada beberapa komodilas tetapi pada seluruh kegiatan ekornmi seperti harga perhiasan pakaian alat rumah tangga upah tenaga kerja, biaya transportasi lokal seperti becak dan ojek.
*) Masing-masing Peneliti pada Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang
PUSTAKA
Achmad, D. dan Mukani. 1999. Situasi industri sigaret keretek. Makalah Semiloka Teknologi Tembakau tanggal 31 Maret 1999 di Malang.
Disbun Jatim. 1998. Evaluasi ternbakau voor oogst tahun tanam 1997, 1998 dan rencana tahun tanam 1999. Dinas Perkebunan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
Gappri. 1994. Data pembayaran cukai serta kebutuhan tembakau. Makalah pada Pertemuan Teknis Tembakau VOL. 21-22 September 1994 di Denpasar, Bali.
Jonge. H. 1989. Madura dalam empat zaman, pedagang, perkembangan ekonomi, dan Islam. Suatu studi antropologi ekonomi. Gramedia. Jakarta. 316 p.
Mukani, S H. Isdijoso, dan S Tirtosuprobo. 1990. Peranan program lTR terhadap peningkatan produksi, mutu, dan pendapatan petani pada usaha tani tembakau madura. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Peneiitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. Buku lV 108p
Tarmidi, L.T. 1996. Changing structural and competition in the kretek cigarette industry. Bulletin of Indonesia Economic Studies 32(3): 85-107
Komentar
Posting Komentar