TEMBAKAU ISTIMEWA DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Jogja, ternyata menyimpan emas hijau yang sudah ada sejak lama. Sebagian besar dari produksi tembakau di daerah ini adalah tembakau rajangan Voor Oogst (panen musim kemarau).
Tembakau rajangan VO dari daerah di DIY umumnya digunakan sebagai bahan pengisi dan ditanam di lahan tegal. Terjadinya perubahan selera perokok dari rokok pabrikan menuju tingwe, namanya menjadi terangkat karena kualitas dan ciri khas aromanya seperti wajik dengan warna kekuningan hingga kemerahan dan karakter hisapan ringan hingga sedang.
Varietas lokal Bligon yang di tanam di sekitar wilayah Sleman dan Bantul diperkenalkan oleh perusahaan Gudang Garam pada tahun 1994 menggantikan posisi varietas Kemloko karena karakter hisapannya lebih berat sekaligus untuk memenuhi kebutuhan dan selera pasar yang menginginkan tembakau dengan karakter hisapan ringan hingga sedang.
Terdapat 175 petani di Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, 95 persen di antaranya menjadikan tembakau sebagai sumber mata pencaharian. Desa tersebut pu menjadi salah satu lokasi penghasil tembakau Kedu Sili, namun karena namanya kurang terkenal, konsumen lebih memilih nama Siluk yaitu nama salah satu dusun penghasil tembakau yang sudah ada sejak lama.
Gondo, rupo, dan roso adalah indikator kualitas tembakau Siluk yang akan dinilai setelah 95 hari masa penanaman. Gondo mengacu pada aroma tembakau. Tembakau Siluk dengan kualitas terbaik memiliki aroma yang harum dan agak manis. Sementara rupo atau rupa, adalah penampilan si tembakau, semakin cerah warnanya maka semakin bagus kualitasnya, roso atau rasa yang terbaik adalah yang mantap. Mantap di sini maksudnya halus di tenggorokan tapi bisa dirasakan ke otak. Ketiga komponen tersebut juga sangat dipengaruhi perawatan dan lokasi tembakau tersebut ditanam. Tembakau yang terlalu banyak diberi pupuk urea, maka rasanya akan menusuk di tenggorokan, namun di kepala tetap terasa efeknya. Jika menggunakan pupuk ZA, rasanya tetap enak, tapi di tenggorokan terasa lebih halus.
Karakter tanah sangat memengaruhi gondo, rupo, dan roso tembakau Siluk, misalnya, jika tanah yang ditanami adalah tanah berhumus yang berwarna hitam, maka akan menghasilkan tembakau dengan rasa halus dan mantap di otak. Jika tanahnya adalah tanah merah atau tanah lempung, rasanya kurang mantap. Sementara jika tanah yang ditanami adalah tanah putih atau padas, maka rasa tembakau yang dihasilkan kurang terasa di otak dan di tenggorokan sangat halus.
Bukan hanya aroma dan rasanya yang berbeda, ada tradisi unik di balik penanaman tembakau siluk yang sudah diwariskan sejak dulu. Petani biasa melakukan ritual sebelum menanam tembakau Siluk. Biasanya petani menyiapkan Wajik, makanan dari beras ketan yang dicampur santan dan gula jawa.
Wajik kemudian dibawa ke ladang yang akan ditanami tembakau. Setelah didoakan, sekitar lima potong wajik ditanam di dekat lubang tempat menanam tembakau, sisanya dimakan bersama tetangga atau petani lainnya.
Proses tersebut ibarat bersatunya tri tunggal dari beras ketan, santan, dan gula jawa. Uniknya, tembakau siluk memiliki warna merah kehitaman setelah diolah, seperti warna wajik. Baunya pun disebut-sebut menyerupai wajik.
Sampai sekarang tembakau masih menjadi komoditas utama yang paling menguntungkan bagi petani setempat. Apalagi fenomena Tingwe di kalangan anak muda saat ini cukup tinggi mengingat harga rokok kemasan yang semakin mahal. Harga tembakau pun cenderung stabil jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Seanjlok-anjloknya harga tembakau, masih lebih menguntungkan jika dibandingkan komoditas lain seperti bawang atau cabai.
Komentar
Posting Komentar